ExactSeek: Relevant Web Search

Cari Blog Ini

Selasa, 12 November 2013

Laporan Studi Lapangan ke Dataran Tinggi Dieng

BAB I
A.  Pendahuluan
1.    Latar Belakang
Plateau Dieng atau dataran tinggi dieng merupakan sebuah kawasan yang   indah dan menyimpan berbagai keajaiban alam dan keunikan beragam budaya. Dataran tinggi ini berada di kawasan 2000 meter diatas permukaan laut. Dieng berasal dari bahasa sangsakerta “Hyang” yang berarti tempat bersemayamnya para dewa, berdasarkan catatan sejarah tempat ini Diengdi yakini sebagai tempat awal terjadinya peradaban hindu di pulau jawa, yang berkembang pada kejayaan dinasti sanjaya pada abad ke-8 di tandai dengan berdirinya candi-candi dieng ini. Candi yang dulu dibangun untuk memulyakan dewa Shiwa ini kemudian oleh masyarakat setempat dinamai tokoh-tokoh dalam kisah maha barata. Seperti Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembada, Candi Bima, dan Candi Gatotkaca.
Dataran tinggi dieng terbentuk oleh amblasnya sebagian gunung api tua, yaitu gunung merau oleh patahan yang berarah barat laut dan tenggara, pada bagian yang amblas itu muncul gunung-gunung kecil yang tersebar di kawasan dieng, seperti gunung gajah mungkur, gunun galam, gunung bandasari, gunung panglimunan, gunung pangonan, dan gunung pakuaja.
    Sampai sekarang gunung api di dataran tinggi dieng masih aktif, aktivitas di kawasan gunung api mempunyai karakteristik yang khas yaitu tekanan magma yang terkandung didalamnya tidak terlalu kuat, oleh sebab itu sampai sekarang di kawasan dieng tidak terjadi letusan magma seperti di gunung berapi lainnya. Apabila terjadi letusan itu disebabkan terpanaskannya air bawah oleh magma, gejala seperti ini bisa kita saksikan di beberapa kawah vulkanik yang berada di dataran tinggi dieng.
Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang termasuk wilayah Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Wonosobo.Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2000 m dari premukaan laut.
         Secara administrasi, Dieng merupakan  wilayah desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (“Dieng Wetan”), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan wilayah terpencil di Jawa Tengah. Dataran TinggiDieng  adalah dataran dengan aktivitas vulkanik dibawah permukaannya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya.Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan kawah sinila 1979.tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir.
Kawah akif di Dieng merupakan kepundan bagi aktivitas vulkanik di bawah dataran tinggi.Pemantauan aktivitas dilakukan oleh PVMBG melalui pos pengamatan Dieng di Kecamatan Karang Tengah. Berikut ini adalah kawah-kawah yang sering dipantau aktifitasnya, antara lain: Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikendang, Sikidang, Sileri, Sinila, dan Timbang.

2.    Identifikasi Masalah
          Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang menjadi faktor pendukung dataran tinggi Dieng menjadi objek untuk study lapangan SMK Negeri 1 Bawang  ?.
2.      Apa yang menjadi faktor penghambat pengembangan sektor pariwisata di dataran tinggi Dieng?.
3.      Upaya apa yang harus dilakukan untuk memajukan pariwisata tersebut sehingga menjadi pariwisata yang lebih baik?.



3.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang  diatas, tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.      Mengetahui apa yang menjadi faktor pendukung daerah dataran tinggi Dieng yang dijadikan study lapangan?.
2.      Menjelaskan dan menganalisis faktor penghambat dan perkembangan kemajuan pariwisata di dataran tinggi Dieng.
3.      Mengetahui upaya apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi pariwisata di dataran tinggi dieng

4.    Manfaat
Manfaat dari studi lapangan ini antara lain adalah :
1.      Menambah pengetahuan tetang sejarah peradapan hindu yang ada di Kabupaten Banjarnegara
2.      Menambah pengetahuan tentang sejarah obyek wisata di dataran tinggi dieng
3.      Menjadikan studi lapangan sebagai bentuk refresing
  
BAB II
 Pembahasan
1.    Sumur Jalatunda
Obyek wisata pertama yang kami kunjungi adalah Sumur Jalatunda, sumur tua yang terkenal dengan beragai macam mitosnya.Pemandangan sepanjang perjalanan terdapat hamparan perkebunan milik warga dan juga kanal pengolahan panas bumi milik PT Geodipa.
Secara administrarif Sumur Jalatunda terletak di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.Sumur Jalatunda merupakan sebuah kepundan yang terbentuk dari letusan gunung berapi jutaan tahun yang lalu.Kepundan tersebut terisi oleh air hujan dan kemudian membentuk sebuah sumur.Sumur Jalatunda memiliki diameter sekitar 90 meter dengan kedalaman 100 meter. Pemberian nama Jalatunda sendiri konon diambil dari kosa kata Bahasa Jawa yang berarti sumur yang luas atau besar.
Untuk melihat Sumur Jalatunda, kita harus menaiki beberapa anak tangga dari arah parkiran kendaraan.Di sekitar anak tangga tumbuh subur bunga sedap malam dengan pemandangan hamparan perkebunan luas yang mengitarinya.Setelah menaiki beberapa anak tangga sampailah di sebuah pendopo, dan di samping pendopo tersebut kita dapat melihat Sumur Jalatunda.Sumur Jalatunda merupakan sebuah lubang vulkanik berukuran sangat besar berisi air yang berwarna kehijauan.
Ada sebuah mitos unik yang sangat melegenda di Sumur Jalatunda ini. Barang siapa yang mampu melempar batu kerikil pada jarak tertentu maka keinginannya akan terkabul. Keberadaan mitos ini dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk berjualan batu kerikil untuk dilemparkan ke sumur oleh pengunjung. Selain menjual batu, penduduk ini juga akan senang hati menceritakan kisah dan juga mitos mengenai Sumur Jalatunda ini.
2.    Kawah Sileri
Menurut cerita, dulu, di lereng Gunung Pegerkandang, Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, pernah ada desa kecil yang dihuni sekelompok penduduk. Mereka hidup dengan bercocok tanam dalam suasana aman dan makmur.Namun, ketentraman mereka kemudian terganggu dengan kedatangan nenek penyihir jahat ke desa.Tujuan nenek itu datang ke desa tak lain ingin memperdalam ilmu hitamnya. Untuk itu, ia tak mau ada penduduk yang mengusik. Maka si Nenek jahat bermaksud melenyapkan penduduk desa kecil yang tak berdosa itu.
Beberapa hari lamanya si Nenek Penyihir bertapa, memohon petunjuk Dewi Kejahatan.Tak lama berselang, petunjuk pun datang.Si Nenek diminta pergi ke puncak gunung, membawa tempurung kelapa berisi air cucian beras.Tapi, belum lagi sampai tujuan, nenek jahat itu terpeleset jatuh.
Tempurung berisi air cucian beras terlempar dan isinya betumpahan.Seketika itu juga terjadi keajaiban.Di setiap tempat yang terkena air cucian beras terbentuk dan bermunculan kawah baru.Nenek itu sangat marah, lalu memukul batu yang menyebabkannya tersandung dan jatuh.
Batu itu hancur berkeping-keping. Bersamaan ini dengan muncul asap putih yang perlahan membentuk sesosok gadis cantik. Dari ujung kepala hingga kaki, sang gadis mengenakan aneka perhiasan emas. Gadis itu tak lain Dewi Mala, yang memang amat suka benda-benda dari emas.
Si Nenek jahat mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi.Dewi Mala tidak tinggal diam dan terjadilah perkelahian seru. Si Nenek dan Dewi Mala sama-sama terhempas dan tewas!Keajaiban kembali terjadi.Perhiasan emas yang dikenakan Dewi Mala kembali ke bentuk semula, menjadi logam biasa. Konon, hingga sekarang, bila seseorang berkunjung ke tempat terjadinya kisah ini dengan mengenakan perhiasan emas, kadar emas yang dikenakannya akan turun. Sementara, kawah-kawah yang terbentuk akibat tumpahan air beras, Pemberian nama Sileri sendiri konon diambil dari air kawah yang berwarna putih keabuan yang mirip dengan air leri (air dari cucian beras), sehingga akhirnya kawah tersebut diberi nama Kawah Sileri.
Walaupun masih minim dengan fasilitas pendukung, Kawah Sileri ini tetap menjadi alternatif obyek wisata yang wajib dikunjungi di Dataran Tinggi Dieng. Pemandangan yang disuguhkan oleh kawah ini tak kalah cantik dengan pemandangan obyek wisata lain di Dieng. Hamparan kawah seluas kurang lebih 2 hektar ini selalu tertutup oleh kepulan asap berwarna putih dengan bau belerang yang khas seolah tak pernah berhenti menyelimuti permukaan kawah.
Di balik minimnya fasilitas yang ada, Kawah Sileri menyuguhan pemandangan alam yang menawan. Hamparan perbukitan hijau dengan pohon-pohon yang tumbuh subur serta hamparan perkebunan warga yang mengelilingi kawah  akan memanjakan mata. Di sekitar Kawah Sileri ini rerumputan dan pepohonan justru dapat tumbuh dengan subur.Di balik pesonanya, Kawah Sileri merupakan kawah paling berbahaya di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Jika dilihat dari sejarahnya, kawah ini mengalami beberapa kali letusan vulkanik mulai dari tahun 1944, 1964, 1984, 2003, dan terakhir pada tahun 2009 di mana ledakan Kawah Sileri ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan alam di sekitarnya. Tanda peringatan bahaya memang sudah dipasang di sekitar kawah.
Jika dilihat dari sisi yang berbeda, kesan tak terurus obyek wisata Kawah Sileri ini dapat menimbulkan kesan alami nan "liar". Akan lebih baik jika pemerintah beserta pihak-pihak terkait memperbaiki fasilitas di obyek wisata Kawah Sileri ini untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan dan juga dapat meningkatkan jumlah kunjungan.Dalam sebuah manajemen pariwisata memang diperlukan sinergi hubungan antara pemerintah, masyarakat, serta wisatawan itu sendiri untuk menjaga fasilitas yang ada di obyek wisata.

3.    Telaga Merdada

Telaga Merdada merupakan telaga terluas di wilayah Dataran Tinggi Dieng. Telaga ini memiliki luas daerah  sekitar 75 ha, dengan luas genangan sekitar 22 ha. Telaga Merdada memang memiliki latar belakang pemandangan yang indah, dikelilingi oleh deretan perbukitan, deretan perkebunan sayur milik warga, dan juga hamparan hutan mini di sekitar bukit. Kebun-kebun sayur milik warga ini selain terletak di sekitar perbukitan, juga terletak di pinggiran telaga
Berita dari asal-usul keberadaan Telaga Merdada di ambil dari Cerita Pewayangan tentang keserakahan tiga bersaudara ( Sugriwa, Subali , dan dewi Anjani ) yang berebut Pusaka Cupu Manik Astagina ( mardida ) hingga mereka rela menjadi kera walaupun perjuangan untuk mendapatkan Benda Pusaka Sia- sia. Dari Cerita tersebut dapat di Simpulkan bahwa segala Bentuk keserakahan akan berakhir dengan binasa . Filosofi dari nama merdada sendiri bahwa manusia selama hidup dunia  harus selalu melapangkan dada ( bersabar ) dan jangan suka mengambil sesuatu yang bukan menjadi miliknya " Nrima ing pandum ".
Secara garis besar Telaga Merdada memiliki dua buah fungsi.Selain sebagai lokasi pariwisata, telaga ini juga memiliki fungsi sebagai sumber irigasi bagi pertanian penduduk setempat. Di sekitar telaga memang terlihat pipa-pipa yang mengalirkan air dari telaga menuju ke ladang-ladang milik penduduk.Bertani merupakan mata pencaharian pokok masyarakat di Dataran Tinggi Dieng ini.Konon, air di Telaga Merdada ini tidak pernah surut meskipun memasuki musim kemarau dan disedot terus-menerus untuk kebutuhan pengairan ladang.  Telaga Merdada sebagai pariwisata terlihat dari potensi yang dimiliki oleh telaga ini. Selain memiliki udara yang sejuk, pemandangan yang indah, telaga ini juga dilengkapi dengan fasilitas persewaan perahu motor untuk mengelilingi telaga.
Jika dilihat dari segi pariwisata, Telaga Merdada memang masih memiliki beberapa kekuarangan.Pertama, akses jalan menuju Telaga Merdada masih tergolong dalam keadaan yang cukup memprihatinkan.Jalan dari gapura masuk menuju ke Telaga Merdada masih berupa jalan setapak bebatuan.Selain itu juga di sekitar Telaga Merdada masih banyak petani yang meletakkan pupuk kompos di bahu jalan sehingga menyebarkan aroma tidak sedap yang cukup menyengat, bahkan juga mengundang lalat.Telaga Merdada juga belum dilengkapi dengan fasilitas pendukung pariwisata lainnya seperti keberadaan kamar mandi dan juga papan informasi yang memadai.Hal ini memang berimbas bagi kenyamanan para wisatawan yang ingin berkunjung ke telaga ini.
Di balik kekurangannya, Telaga Merdada memiliki daya pikat tersendiri.Pemandangan hamparan perkebunan yang membentang, bunga-bunga yang sedang bermekaran, mulai dari bunga krisan, bunga sedap malam beraneka warna, hingga bunga paca warna yang menjadi salah satu bunga khas daerah Dieng.Suasanya sunyi dan tenang serta hawa yang sejuk dengan pemandangan cantik siap memanjakan mata di Telaga Merdada ini.
4.    Kawah Sikidang
Kawah Sikidang  Merupakan kawah paling populer di Dataran Tinggi Dieng yang masuk di wilayah Banjarnegara Jawa Tengah. Nama Sikidang di ambil dari kata “KIDANG” yang dalam bahasa Indonesia berarti Kijang. Binatang ini memiliki karasteristik yg suka melompat-lompat.Seperti hal nya uap air dan lava berwarna kelabu yg terdapat di kawah sikidang ini selalu bergolak dan munculnya berpindah2 bahkan melompat seperti kijang.
Ada sebuah cerita legenda menarik dari Kawah Sikidang ini.Konon dahulu kala didataran tinggi dieng ada sebuah istana yg di huni oleh ratu cantik bernama Ratu Shinta Dewi. Saat itu ratu cantik tersebut akan dilamar oleh seorang pangeran yg tampan dan kaya raya. Akan tetapi ternyata pangeran itu tidak lah setampan yg di beritakan.Pangeran itu bernama Pangerang Kidang Garungan yang perwujudan nya berupa manusia berkepala kijang.
Untuk menolak lamaran sang pangeran, maka ratu Shinta Dewi mengajukan syarat untuk di buat kan sebuah sumur yg dalam dan luas. Saat sumur hampir selesai, sang ratu dan pengawal nya menimbun sumur dengan tanah yg didalam nya masih terdapat sang pangeran.
Ketika sang pangeran berusaha keluar dengan mengerahkan segala kesaktian nya, tiba-tiba sumur itu menjadi panas, bergetar dan meledak-ledak. Pangeran hampir saja keluar dari sumur tersebut, akan tetapi sang ratu terus menimbun dengan tanah hingga tak dapat keluar. Sang pangeran akhir nya marah dan mengutuk Ratu Shinta Dewi dan keturunan nya kelak akan berambut gembel. Bekas sumur Pangeran Kidang Garungan inilah yg kemudian menjadi Kawah Sikidang.
5.    Komplek Candi Arjuna di Dieng

kompleks Candi Arjuna yang merupakan salah satu candi tertua di Jawa yang diperkirakan dibangun pada tahun 809 M dan merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini terlihat dari adanya Lingga dan Yoni di dalam candi utama, serta arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya di relung-relung bangunannya.Namun arca-arca ini sekarang ditempatkan di dalam Museum Kaliasa, tidak jauh dari bangunan candi.
Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama Van Kinsbergen pada tahun 1814.Berbeda dengan candi-candi lain yang sebagian besar ditemukan terpendam di dalam tanah, candi-candi di dataran tinggi Dieng ini pada waktu itu terendam air rawa-rawa. Proses pengeringan dimulai lebih dari 40 tahun kemudian.

Di dalam kompleks ini hanya tinggal 5 candi berusia lebih dari seribu tahun yang masih berdiri dengan kokohnya. Candi-candi ini kemudian diberi nama sesuai dengan nama-nama tokoh pewayangan oleh penduduk sekitar. Candi utamanya adalah Candi Arjuna, yang berhadapan dengan candi berbentuk memanjang dengan atap limasan yang sering disebut sebagai Candi Semar. Di sebelah kirinya berdiri  Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Candi Puntadewa memiliki bentuk yang hampir mirip dengan Candi Arjuna, sementara Candi Srikandi dan Candi Sembadra sedikit lebih kecil dan pendek.Berdasarkan cerita penduduk sekitar, Candi Puntadewa berada di tengah-tengah Srikandi dan Sembadra sebagai penengah bagi kedua kakak beradik yang sama-sama menjadi istri dari Arjuna tersebut.

Tidak banyak relief yang ditemukan di kompleks candi ini.Hanya ada relief yang menggambarkan ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma, yang semakin memperkuat bukti bahwa candi ini adalah candi Hindu.Namun anehnya, relief ini tidak dipahatkan pada candi utama.Penggambaran ketiga dewa ini terdapat pada dinding-dinding Candi Srikandi.Sementara dinding candi-candi lainnya nampak polos.Tidak ada satupun dari 12 prasasti yang ditemukan menjelaskan mengenai hal ini.Hanya ada hiasan Kala di pintu masuk candi serta relung tempat arca-arca disemayamkan.


6.    Candi GatotKaca
Terletak disebelah selatan Komplek Candi Arjuna, dihubungkan oleh jalan setapak lebar 1,5 meter yang menanjak sepanjang kurang lebih 300 m ,disamping  Jalan raya kecil dimana Museum Kailasa terletak diseberangnya.
Diperkirakan Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Ratu Sima.Dulunya, dibawah bukit tempat Candi Gatotkaca berada terdapat Telaga bernama Telaga BalaiKambang yang kini telah tertutup oleh tanaman Rumput liar.
Batur candi Gatutkaca tingginya sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar.Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil.Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil.Anak tangga di batur terlindung dalam dalam bilik penampil.
Sebenarnya candi Gatotkaca ini merupakan bagian dari Kelompok candi sebagaimana Komplek Candi Arjuna yang terdiri atas lima Candi yaitu, Candi Gareng, Candi Petruk, Candi Sadewa, Candi Nakula dan Candi Setyaki, namun saat ini yang masih tersisa bangunannya hanya Candi Gatotkaca.
7.    Museum Kailasa
Museum Dieng “Kailasa” terletak di kompleks Gedung Arca milik Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, di dekat Candi Gatotkaca, Dieng, Kecamatan Batur, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Dengan dibangunya Museum Kailasa menambah kekayaan obyek wisata di Banjarnegara, Museum ini diresmikan oleh Menbudpar tanggal 28 Juli 2008, Museum Kailasa ini berisi artefak dan cerita tentang geologi, flora-fauna, kehidupan sehari-hari kepercayaan, serta kesenian Dieng.
Museum ini diberi nama Kailasa, sesuai dengan nama salah gunung tempat tinggal Dewa Syiwa. Nama ini diambil karena kepurbakalaan Dieng diwarnai dengan pemujaan terhadap Dewa Syiwa, yang dapat diketahui dari percandian maupun prasasti.Di dalam museum terdapat teater yang memutar film dokumenter tentang Dieng.
Gedung pertama museum kailasa memiliki koleksi arca- arca yang ditemukan diseputar Dataran Tinggi Dieng.Koleksi dari arca-arca ini tidak begitu banyak dan bentuknya yang sudah tidak mulus lagi.
Gedung kedua terletak di depan Gedung pertama. Gedung kedua museum ini diresmikan pada tahun 2008 oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan yang pada saat itu dijabat oleh Bapak Jero Wacik. Ada banyak informasi yang dipaparkan di ruangan ini, dari mulai kisah awal-mula Dataran Tinggi Dieng hingga kisah candi-candinya.Dataran Tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik yang terbentuk secara bertahap sejak 2 juta tahun yang lalu. Tahap awalnya aktivitas erupsi dan vulkanik membentuk kawah dan pegunungan.
Tahap kedua, sebagian kawah tidak aktif lagi dan berubah menjadi kantong-kantong penadah air hujan.Tahap ketiga aktivitas vulkanik di dalam bumi masih terus berlangsung dan pengaruh larutan hidrotermal menyebabkan terjadinya mata air panas dan kawah-kawah baru hingga saat ini.
Beberapa panel menyajikan informasi seputar kehidupan warga di Dataran Tinggi Dieng. Ada panel yang bercerita tentang gaya hidup warga Dieng, pertanian mereka, keragaman Masjid dan Mushalla di Dieng, kesenian lokal, hingga mitos anak bajang. Panel-panel yang lain lebih banyak menyajikan informasi seputar Dataran Tinggi Dieng sebagai pusat aktivitas agama Hindu. Sebagian besar diantaranya memang menyajikan informasi seputar candi-candi di Dieng. Tidak ketinggalan arti nama Dieng yang berasal dari kata “Di” yang berarti gunung dan “Hyang” yang berarti Dewa. Jadi Dieng berarti gunung tempat dewa tinggal.
Panel-panel mengenai candi mengulas seluk-beluk arsitektur candi di Dataran Tinggi Dieng dan di Jawa Tengah.Seperti bagan bagian-bagian candi, perbandingan arsitektur candi, teknik konstruksi candi dan lain sebagainya.Memang candi-candi yang dijadikan acuan mayoritas merupakan candi Hindu.Sebagai pelengkap informasi panel, disajikan juga artifak-artifak dan arca-arca penunjang.


Dari panel informasi ini pula aku baru tahu bahwa mayoritas penduduk Dieng di masa lampau memuja Dewa Siwa yang identik dengan Dewa Pemusnah
dalam agama Hindu. Tidak hanya di Dieng saja, sebenarnya di Yogyakarta dan Jawa Tengah juga, karena itu nggak heran kalau candi-candi Hindu di Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak memiliki arca lingga-yoni yang merupakan perwujudan Dewa Siwa sebagai dewa kesuburan. Ternyata arca Dewa Siwa di Dieng memiliki penggambaran yang berbeda-beda, seperti Siwa Trisirah dan Siwa Nandisawahanamurti.


BAB III
Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai laporan studi lapangan ke dataran tinggi Dieng , tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.
1.    Kesimpulan
Laporan ini mengarah pada terbentuknya Wisata Dataran Tinggi Dieng yang diharapkan menjadi devisa utama untuk pengembangan pariwisata dan seperangkat usulan kebijakan untuk menembangkan pariwisata dengan memanfaatkan objek wisata Dieng ini.
2.    Saran

            Saran kelompok kami adalah, bagaimana pemerintah kabupaten Banjarnegara khususnya pemerintah kecamatan Batur mampu meningkatkan fasilitas yang disediakan disetiap tempat-tempat obyek wisata agar pengunjung merasa nyaman. Lalu kami berharap agar disetiap jalan untuk menuju ke objek wisata yang lain di pasang rambu-rambu jarak dan rambu-rambu nama tempat yang akan dikunjungi agar para wisatawan tidak kebingungan mencari objek wisata yang lainya. Lalu diperlukanya transportasi umum untuk bisa menjangkau satu objek ke objek lainya, dan tak lupa juga kurangnya pemandu wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng, maka harapan kami semua itu dapat di laksanakan demi terwujudnya slogan pemerintah yaitu “Visit Jawa Tengah 2014”.


Untuk lebih jelasnya bisa mengunjungi website dibawah ini :

1 komentar:

Laporan Studi Lapangan Ke Dataran Tinggi Dieng ~ Yulian Adi Prastyo >>>>> Download Now

>>>>> Download Full

Laporan Studi Lapangan Ke Dataran Tinggi Dieng ~ Yulian Adi Prastyo >>>>> Download LINK

>>>>> Download Now

Laporan Studi Lapangan Ke Dataran Tinggi Dieng ~ Yulian Adi Prastyo >>>>> Download Full

>>>>> Download LINK

Posting Komentar