BAB I
A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Plateau Dieng atau dataran tinggi
dieng merupakan sebuah kawasan yang
indah dan menyimpan berbagai keajaiban alam dan keunikan beragam budaya.
Dataran tinggi ini berada di kawasan 2000 meter diatas permukaan laut. Dieng
berasal dari bahasa sangsakerta “Hyang” yang berarti tempat bersemayamnya para
dewa, berdasarkan catatan sejarah tempat ini Diengdi yakini sebagai tempat awal
terjadinya peradaban hindu di pulau jawa, yang berkembang pada kejayaan dinasti
sanjaya pada abad ke-8 di tandai dengan berdirinya candi-candi dieng ini. Candi
yang dulu dibangun untuk memulyakan dewa Shiwa ini kemudian oleh masyarakat
setempat dinamai tokoh-tokoh dalam kisah maha barata. Seperti Candi Arjuna,
Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembada, Candi Bima, dan Candi
Gatotkaca.
Dataran
tinggi dieng terbentuk oleh amblasnya sebagian gunung api tua, yaitu gunung
merau oleh patahan yang berarah barat laut dan tenggara, pada bagian yang
amblas itu muncul gunung-gunung kecil yang tersebar di kawasan dieng, seperti
gunung gajah mungkur, gunun galam, gunung bandasari, gunung panglimunan, gunung
pangonan, dan gunung pakuaja.
Sampai sekarang gunung api di dataran tinggi dieng masih aktif,
aktivitas di kawasan gunung api mempunyai karakteristik yang khas yaitu tekanan
magma yang terkandung didalamnya tidak terlalu kuat, oleh sebab itu sampai
sekarang di kawasan dieng tidak terjadi letusan magma seperti di gunung berapi
lainnya. Apabila terjadi letusan itu disebabkan terpanaskannya air bawah oleh
magma, gejala seperti ini bisa kita saksikan di beberapa kawah vulkanik yang
berada di dataran tinggi dieng.
Dieng adalah kawasan dataran tinggi
di Jawa Tengah, yang termasuk wilayah Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten
Wonosobo.Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing. Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan
gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah
sekitar 2000 m dari premukaan laut.
Secara administrasi, Dieng
merupakan wilayah desa Dieng Kulon,
Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng (“Dieng Wetan”), Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan wilayah terpencil di Jawa
Tengah. Dataran TinggiDieng adalah
dataran dengan aktivitas vulkanik dibawah permukaannya. Terdapat banyak kawah
sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik
lainnya.Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti
dengan adanya bencana letusan kawah sinila 1979.tidak hanya gas beracun, tetapi
juga dapat dimungkinkan gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor dan banjir.
Kawah akif di Dieng merupakan
kepundan bagi aktivitas vulkanik di bawah dataran tinggi.Pemantauan aktivitas
dilakukan oleh PVMBG melalui pos pengamatan Dieng di Kecamatan Karang Tengah.
Berikut ini adalah kawah-kawah yang sering dipantau aktifitasnya, antara lain:
Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikendang, Sikidang, Sileri, Sinila, dan Timbang.
2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi faktor
pendukung dataran tinggi Dieng menjadi objek untuk study lapangan SMK Negeri 1
Bawang ?.
2. Apa yang menjadi faktor penghambat
pengembangan sektor pariwisata di dataran tinggi Dieng?.
3. Upaya apa yang harus
dilakukan untuk memajukan pariwisata tersebut sehingga menjadi pariwisata yang
lebih baik?.
3.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang diatas, tujuan dari
penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui apa yang
menjadi faktor pendukung daerah dataran tinggi Dieng yang dijadikan study
lapangan?.
2. Menjelaskan dan
menganalisis faktor penghambat dan perkembangan kemajuan pariwisata di dataran
tinggi Dieng.
3. Mengetahui upaya apa yang
harus dilakukan untuk mengembangkan potensi pariwisata di dataran tinggi dieng
4.
Manfaat
Manfaat dari studi lapangan ini
antara lain adalah :
1. Menambah pengetahuan
tetang sejarah peradapan hindu yang ada di Kabupaten Banjarnegara
2. Menambah pengetahuan
tentang sejarah obyek wisata di dataran tinggi dieng
3. Menjadikan studi lapangan
sebagai bentuk refresing
BAB II
Pembahasan
1.
Sumur
Jalatunda
Obyek wisata
pertama yang kami kunjungi adalah Sumur Jalatunda, sumur tua yang terkenal
dengan beragai macam mitosnya.Pemandangan sepanjang perjalanan terdapat
hamparan perkebunan milik warga dan juga kanal pengolahan panas bumi milik PT
Geodipa.
Secara administrarif Sumur Jalatunda
terletak di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.Sumur
Jalatunda merupakan sebuah kepundan yang terbentuk dari letusan gunung berapi
jutaan tahun yang lalu.Kepundan tersebut terisi oleh air hujan dan kemudian
membentuk sebuah sumur.Sumur Jalatunda memiliki diameter sekitar 90 meter
dengan kedalaman 100 meter. Pemberian nama Jalatunda sendiri konon diambil dari
kosa kata Bahasa Jawa yang berarti sumur yang luas atau besar.
Untuk melihat Sumur Jalatunda, kita
harus menaiki beberapa anak tangga dari arah parkiran kendaraan.Di sekitar anak
tangga tumbuh subur bunga sedap malam dengan pemandangan hamparan perkebunan
luas yang mengitarinya.Setelah menaiki beberapa anak tangga sampailah di sebuah
pendopo, dan di samping pendopo tersebut kita dapat melihat Sumur
Jalatunda.Sumur Jalatunda merupakan sebuah lubang vulkanik berukuran sangat
besar berisi air yang berwarna kehijauan.
Ada sebuah mitos unik yang sangat melegenda di Sumur
Jalatunda ini. Barang siapa yang mampu melempar batu kerikil pada jarak
tertentu maka keinginannya akan terkabul. Keberadaan mitos ini dimanfaatkan
oleh penduduk setempat untuk berjualan batu kerikil untuk dilemparkan ke sumur
oleh pengunjung. Selain menjual batu, penduduk ini juga akan senang hati
menceritakan kisah dan juga mitos mengenai Sumur Jalatunda ini.
2.
Kawah Sileri
Menurut cerita,
dulu, di lereng Gunung Pegerkandang, Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, pernah ada
desa kecil yang dihuni sekelompok penduduk. Mereka hidup dengan bercocok tanam
dalam suasana aman dan makmur.Namun, ketentraman mereka kemudian terganggu
dengan kedatangan nenek penyihir jahat ke desa.Tujuan nenek itu datang ke desa
tak lain ingin memperdalam ilmu hitamnya. Untuk itu, ia tak mau ada penduduk
yang mengusik. Maka si Nenek jahat bermaksud melenyapkan penduduk desa kecil
yang tak berdosa itu.
Beberapa hari lamanya si Nenek Penyihir bertapa, memohon
petunjuk Dewi Kejahatan.Tak lama berselang, petunjuk pun datang.Si Nenek
diminta pergi ke puncak gunung, membawa tempurung kelapa berisi air cucian
beras.Tapi, belum lagi sampai tujuan, nenek jahat itu terpeleset jatuh.
Tempurung berisi air cucian beras terlempar dan isinya
betumpahan.Seketika itu juga terjadi keajaiban.Di setiap tempat yang terkena
air cucian beras terbentuk dan bermunculan kawah baru.Nenek itu sangat marah,
lalu memukul batu yang menyebabkannya tersandung dan jatuh.
Batu itu hancur berkeping-keping. Bersamaan ini dengan
muncul asap putih yang perlahan membentuk sesosok gadis cantik. Dari ujung
kepala hingga kaki, sang gadis mengenakan aneka perhiasan emas. Gadis itu tak
lain Dewi Mala, yang memang amat suka benda-benda dari emas.
Si Nenek jahat mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi.Dewi
Mala tidak tinggal diam dan terjadilah perkelahian seru. Si Nenek dan Dewi Mala
sama-sama terhempas dan tewas!Keajaiban kembali terjadi.Perhiasan emas yang
dikenakan Dewi Mala
kembali ke bentuk semula, menjadi logam biasa. Konon, hingga sekarang, bila
seseorang berkunjung ke tempat terjadinya kisah ini dengan mengenakan perhiasan
emas, kadar emas yang dikenakannya akan turun. Sementara, kawah-kawah yang
terbentuk akibat tumpahan air beras, Pemberian nama
Sileri sendiri konon diambil dari air kawah yang berwarna putih keabuan yang
mirip dengan air leri (air dari cucian beras), sehingga akhirnya kawah tersebut
diberi nama Kawah Sileri.
Walaupun masih minim dengan fasilitas
pendukung, Kawah Sileri ini tetap menjadi alternatif obyek wisata yang wajib
dikunjungi di Dataran Tinggi Dieng. Pemandangan yang disuguhkan oleh kawah ini
tak kalah cantik dengan pemandangan obyek wisata lain di Dieng. Hamparan kawah
seluas kurang lebih 2 hektar ini selalu tertutup oleh kepulan asap berwarna
putih dengan bau belerang yang khas seolah tak pernah berhenti menyelimuti
permukaan kawah.
Di balik minimnya fasilitas yang ada,
Kawah Sileri menyuguhan pemandangan alam yang menawan. Hamparan perbukitan
hijau dengan pohon-pohon yang tumbuh subur serta hamparan perkebunan warga yang
mengelilingi kawah akan memanjakan mata. Di sekitar Kawah Sileri ini
rerumputan dan pepohonan justru dapat tumbuh dengan subur.Di balik
pesonanya, Kawah Sileri merupakan kawah paling berbahaya di kawasan
Dataran Tinggi Dieng. Jika dilihat dari sejarahnya, kawah ini mengalami beberapa kali letusan vulkanik
mulai dari tahun 1944, 1964, 1984, 2003, dan terakhir pada tahun 2009 di mana
ledakan Kawah Sileri ini mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan alam di
sekitarnya. Tanda peringatan bahaya memang sudah dipasang di sekitar kawah.
Jika dilihat dari sisi yang berbeda,
kesan tak terurus obyek wisata Kawah Sileri ini dapat menimbulkan kesan alami
nan "liar". Akan lebih baik jika pemerintah beserta pihak-pihak
terkait memperbaiki fasilitas di obyek wisata Kawah Sileri ini untuk memberikan
kenyamanan kepada wisatawan dan juga dapat meningkatkan jumlah kunjungan.Dalam
sebuah manajemen pariwisata memang diperlukan sinergi hubungan antara
pemerintah, masyarakat, serta wisatawan itu sendiri untuk menjaga fasilitas
yang ada di obyek wisata.
3.
Telaga Merdada
Berita dari asal-usul keberadaan Telaga Merdada di ambil dari
Cerita Pewayangan tentang
keserakahan tiga bersaudara ( Sugriwa, Subali , dan dewi Anjani ) yang berebut
Pusaka Cupu Manik Astagina ( mardida ) hingga mereka rela menjadi kera walaupun
perjuangan untuk mendapatkan Benda Pusaka Sia- sia. Dari Cerita tersebut dapat
di Simpulkan bahwa segala Bentuk keserakahan
akan berakhir dengan binasa . Filosofi dari nama merdada sendiri bahwa manusia selama hidup dunia harus
selalu melapangkan dada ( bersabar ) dan jangan suka mengambil sesuatu yang
bukan menjadi miliknya " Nrima ing pandum ".
Secara
garis besar Telaga Merdada memiliki dua buah fungsi.Selain sebagai lokasi
pariwisata, telaga ini juga memiliki fungsi sebagai sumber irigasi bagi
pertanian penduduk setempat. Di sekitar telaga memang terlihat pipa-pipa
yang mengalirkan air dari telaga menuju ke ladang-ladang milik penduduk.Bertani
merupakan mata pencaharian pokok masyarakat di Dataran Tinggi Dieng ini.Konon,
air di Telaga Merdada ini tidak pernah surut meskipun memasuki musim kemarau
dan disedot terus-menerus untuk kebutuhan pengairan ladang. Telaga
Merdada sebagai pariwisata terlihat dari potensi yang dimiliki oleh telaga ini.
Selain memiliki udara yang sejuk, pemandangan yang indah, telaga ini juga
dilengkapi dengan fasilitas persewaan perahu motor untuk mengelilingi telaga.
Jika
dilihat dari segi pariwisata, Telaga Merdada memang masih memiliki beberapa
kekuarangan.Pertama, akses jalan menuju Telaga Merdada masih tergolong dalam
keadaan yang cukup memprihatinkan.Jalan dari gapura masuk menuju ke Telaga
Merdada masih berupa jalan setapak bebatuan.Selain itu juga di sekitar Telaga
Merdada masih banyak petani yang meletakkan pupuk kompos di bahu jalan sehingga
menyebarkan aroma tidak sedap yang cukup menyengat, bahkan juga mengundang
lalat.Telaga Merdada juga belum dilengkapi dengan fasilitas pendukung
pariwisata lainnya seperti keberadaan kamar mandi dan juga papan informasi yang
memadai.Hal ini memang berimbas bagi kenyamanan para wisatawan yang ingin
berkunjung ke telaga ini.
Di
balik kekurangannya, Telaga Merdada memiliki daya pikat tersendiri.Pemandangan
hamparan perkebunan yang membentang, bunga-bunga yang sedang bermekaran, mulai
dari bunga krisan, bunga sedap malam beraneka warna, hingga bunga paca warna
yang menjadi salah satu bunga khas daerah Dieng.Suasanya sunyi dan tenang serta
hawa yang sejuk dengan pemandangan cantik siap memanjakan mata di Telaga
Merdada ini.
4.
Kawah
Sikidang
Kawah Sikidang Merupakan kawah paling populer di Dataran Tinggi
Dieng yang masuk di wilayah Banjarnegara Jawa Tengah. Nama
Sikidang di ambil dari kata “KIDANG” yang dalam bahasa Indonesia berarti
Kijang. Binatang ini memiliki karasteristik yg suka melompat-lompat.Seperti hal
nya uap air dan lava berwarna kelabu yg terdapat di kawah sikidang ini selalu
bergolak dan munculnya berpindah2 bahkan melompat seperti kijang.
Ada
sebuah cerita legenda menarik dari Kawah Sikidang ini.Konon dahulu kala
didataran tinggi dieng ada sebuah istana yg di huni oleh ratu cantik bernama
Ratu Shinta Dewi. Saat itu ratu cantik tersebut akan dilamar oleh seorang
pangeran yg tampan dan kaya raya. Akan tetapi ternyata pangeran itu tidak lah
setampan yg di beritakan.Pangeran itu bernama Pangerang Kidang Garungan yang
perwujudan nya berupa manusia berkepala kijang.
Untuk
menolak lamaran sang pangeran, maka ratu Shinta Dewi mengajukan syarat untuk di
buat kan sebuah sumur yg dalam dan luas. Saat sumur hampir selesai, sang ratu
dan pengawal nya menimbun sumur dengan tanah yg didalam nya masih terdapat sang
pangeran.
Ketika
sang pangeran berusaha keluar dengan mengerahkan segala kesaktian nya,
tiba-tiba sumur itu menjadi panas, bergetar dan meledak-ledak. Pangeran hampir
saja keluar dari sumur tersebut, akan tetapi sang ratu terus menimbun dengan
tanah hingga tak dapat keluar. Sang pangeran akhir nya marah dan mengutuk Ratu
Shinta Dewi dan keturunan nya kelak akan berambut gembel. Bekas sumur Pangeran
Kidang Garungan inilah yg kemudian menjadi Kawah Sikidang.
5. Komplek Candi Arjuna di Dieng
kompleks Candi
Arjuna yang merupakan salah satu candi tertua di Jawa yang diperkirakan dibangun pada tahun 809 M dan merupakan tempat
pemujaan Dewa Siwa. Hal ini terlihat dari adanya Lingga dan Yoni di dalam candi
utama, serta arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya di relung-relung
bangunannya.Namun arca-arca ini sekarang ditempatkan di dalam Museum Kaliasa,
tidak jauh dari bangunan candi.
Kompleks candi ini
pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama Van Kinsbergen pada
tahun 1814.Berbeda dengan candi-candi lain yang sebagian besar ditemukan
terpendam di dalam tanah, candi-candi di dataran tinggi Dieng ini pada waktu
itu terendam air rawa-rawa. Proses pengeringan dimulai lebih dari 40 tahun
kemudian.
Di dalam kompleks ini hanya tinggal 5 candi berusia lebih dari seribu
tahun yang masih berdiri dengan kokohnya. Candi-candi ini kemudian diberi nama
sesuai dengan nama-nama tokoh pewayangan oleh penduduk sekitar. Candi utamanya
adalah Candi Arjuna, yang berhadapan dengan candi berbentuk memanjang dengan atap
limasan yang sering disebut sebagai Candi Semar.
Di sebelah kirinya berdiri Candi
Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra.
Candi
Puntadewa memiliki bentuk yang hampir mirip dengan Candi Arjuna, sementara
Candi Srikandi dan Candi Sembadra sedikit lebih kecil dan pendek.Berdasarkan
cerita penduduk sekitar, Candi Puntadewa berada di tengah-tengah Srikandi dan
Sembadra sebagai penengah bagi kedua kakak beradik yang sama-sama menjadi istri
dari Arjuna tersebut.
Tidak
banyak relief yang ditemukan di kompleks candi ini.Hanya ada relief yang
menggambarkan ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma, yang semakin
memperkuat bukti bahwa candi ini adalah candi Hindu.Namun anehnya, relief ini
tidak dipahatkan pada candi utama.Penggambaran ketiga dewa ini terdapat pada
dinding-dinding Candi Srikandi.Sementara dinding candi-candi lainnya nampak
polos.Tidak ada satupun dari 12 prasasti yang ditemukan menjelaskan mengenai
hal ini.Hanya ada hiasan Kala di pintu masuk candi serta relung tempat arca-arca
disemayamkan.
6.
Candi GatotKaca
Terletak disebelah selatan Komplek Candi Arjuna, dihubungkan
oleh jalan setapak lebar 1,5 meter yang menanjak sepanjang kurang lebih 300 m
,disamping Jalan raya kecil dimana Museum Kailasa terletak diseberangnya.
Diperkirakan
Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Ratu Sima.Dulunya, dibawah bukit
tempat Candi Gatotkaca berada terdapat Telaga bernama Telaga BalaiKambang yang
kini telah tertutup oleh tanaman Rumput liar.
Batur
candi Gatutkaca tingginya sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar
berbentuk bujur sangkar.Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat
bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil.Pintu
masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil.Anak tangga
di batur terlindung dalam dalam bilik penampil.
Sebenarnya
candi Gatotkaca ini merupakan bagian dari Kelompok candi sebagaimana Komplek
Candi Arjuna yang terdiri atas lima Candi yaitu, Candi Gareng, Candi Petruk, Candi
Sadewa, Candi Nakula dan Candi Setyaki, namun saat ini yang masih tersisa
bangunannya hanya Candi Gatotkaca.
7. Museum Kailasa
Museum Dieng “Kailasa” terletak di kompleks Gedung Arca milik
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, di dekat Candi Gatotkaca,
Dieng, Kecamatan Batur, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Dengan dibangunya
Museum Kailasa menambah kekayaan obyek wisata di Banjarnegara, Museum ini
diresmikan oleh Menbudpar tanggal 28 Juli 2008, Museum Kailasa ini berisi
artefak dan cerita tentang geologi, flora-fauna, kehidupan sehari-hari
kepercayaan, serta kesenian Dieng.
Museum ini diberi
nama Kailasa, sesuai dengan nama salah gunung tempat tinggal Dewa Syiwa. Nama
ini diambil karena kepurbakalaan Dieng diwarnai dengan pemujaan terhadap Dewa
Syiwa, yang dapat diketahui dari percandian maupun prasasti.Di dalam museum
terdapat teater yang memutar film dokumenter tentang Dieng.
Gedung pertama
museum kailasa memiliki koleksi arca- arca yang ditemukan diseputar Dataran
Tinggi Dieng.Koleksi dari arca-arca ini tidak begitu banyak dan bentuknya yang
sudah tidak mulus lagi.
Gedung kedua
terletak di depan Gedung pertama. Gedung kedua museum ini diresmikan pada tahun
2008 oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan yang pada saat itu dijabat oleh
Bapak Jero Wacik. Ada banyak informasi yang dipaparkan di ruangan ini, dari
mulai kisah awal-mula Dataran Tinggi Dieng hingga kisah candi-candinya.Dataran
Tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik yang terbentuk secara bertahap sejak 2
juta tahun yang lalu. Tahap awalnya aktivitas erupsi dan vulkanik membentuk
kawah dan pegunungan.
Tahap kedua, sebagian kawah tidak aktif lagi dan berubah menjadi
kantong-kantong penadah air hujan.Tahap ketiga aktivitas vulkanik di dalam bumi
masih terus berlangsung dan pengaruh larutan hidrotermal menyebabkan terjadinya
mata air panas dan kawah-kawah baru hingga saat ini.
Beberapa panel menyajikan informasi
seputar kehidupan warga di Dataran Tinggi Dieng. Ada panel yang bercerita
tentang gaya hidup warga Dieng, pertanian mereka, keragaman Masjid dan Mushalla
di Dieng, kesenian lokal, hingga mitos anak bajang. Panel-panel yang lain lebih
banyak menyajikan informasi seputar Dataran Tinggi Dieng sebagai pusat
aktivitas agama Hindu. Sebagian besar diantaranya memang menyajikan informasi
seputar candi-candi di Dieng. Tidak ketinggalan arti nama Dieng yang berasal
dari kata “Di” yang berarti gunung dan “Hyang” yang berarti Dewa. Jadi Dieng
berarti gunung tempat dewa tinggal.
Panel-panel mengenai candi mengulas
seluk-beluk arsitektur candi di Dataran Tinggi Dieng dan di Jawa Tengah.Seperti
bagan bagian-bagian candi, perbandingan arsitektur candi, teknik konstruksi
candi dan lain sebagainya.Memang candi-candi yang dijadikan acuan mayoritas
merupakan candi Hindu.Sebagai pelengkap informasi panel, disajikan juga
artifak-artifak dan arca-arca penunjang.
Dari panel informasi ini pula aku baru tahu bahwa mayoritas penduduk
Dieng di masa lampau memuja Dewa Siwa yang identik dengan Dewa Pemusnah
dalam agama Hindu. Tidak hanya di Dieng saja, sebenarnya di Yogyakarta
dan Jawa Tengah juga, karena itu nggak heran kalau candi-candi Hindu di
Yogyakarta dan Jawa Tengah banyak memiliki arca lingga-yoni yang merupakan
perwujudan Dewa Siwa sebagai dewa kesuburan. Ternyata arca Dewa Siwa di Dieng
memiliki penggambaran yang berbeda-beda, seperti Siwa Trisirah dan Siwa
Nandisawahanamurti.
BAB III
Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
laporan studi lapangan ke dataran tinggi Dieng , tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.
1. Kesimpulan
Laporan ini mengarah pada terbentuknya Wisata
Dataran Tinggi Dieng yang diharapkan menjadi devisa utama untuk pengembangan
pariwisata dan seperangkat usulan kebijakan untuk menembangkan pariwisata
dengan memanfaatkan objek wisata Dieng ini.
2.
Saran
Saran kelompok kami adalah,
bagaimana pemerintah kabupaten Banjarnegara khususnya pemerintah kecamatan
Batur mampu meningkatkan fasilitas yang disediakan disetiap tempat-tempat obyek
wisata agar pengunjung merasa nyaman. Lalu kami berharap agar disetiap jalan
untuk menuju ke objek wisata yang lain di pasang rambu-rambu jarak dan
rambu-rambu nama tempat yang akan dikunjungi agar para wisatawan tidak
kebingungan mencari objek wisata yang lainya. Lalu diperlukanya transportasi
umum untuk bisa menjangkau satu objek ke objek lainya, dan tak lupa juga
kurangnya pemandu wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng, maka harapan kami
semua itu dapat di laksanakan demi terwujudnya slogan pemerintah yaitu “Visit
Jawa Tengah 2014”.
Untuk lebih jelasnya bisa mengunjungi website dibawah ini :